Thursday, September 22, 2016

Someone's Personal Business Is Not Yours


Saya suka ga habis pikir kenapa banyak banget orang yang terlalu ikut campur atau sibuk mengomentari urusan orang lain. Padahal dia ga ada kontribusinya sama sekali pada kehidupan orang tersebut. Hal ini tidak hanya dilakukan pada orang-orang sekitar, bahkan sampai artis yang tidak dikenalnya pun tak luput dari komentarnya. Menurut Saya ini salah satu penyakit masyarakat. Jika ditegur, mereka akan beralasan "Demi kebaikan". Oh, come on! Mereka selalu memaksakan pemikirannya kepada orang lain. Padahal setiap orang pasti punya pemikiran yang beda. Kenapa mereka lebih peduli pada hidup orang lain padahal sebenarnya mereka itulah yang perlu memperbaiki sifat dan hidupnya.

Baru saja kejadian sama Saya. Ada seorang teman sekolah, bukan teman sekelas tapi seangkatan waktu SMA dulu. Saya sama teman ini memang tidak pernah komunikasi secara intens. Kita tahu kabar masing-masing lewat Facebook. Saat ini si teman sudah punya 2 anak. Dan setiap kali dia mengirim pesan selalu menanyakan "Kapan kawin?". Saya memang jarang sekali mem-posting sesuatu yang terlalu personal. Social media Saya ya sebagai media networking dengan kolega dan teman lama. Biasanya Saya mem-posting soal pemikiran Saya, kegiatan yang berkaitan dengan profesi Saya sebagai filmmaker, foto saat sedang kumpul dengan teman atau hal-hal lucu. Seharusnya si teman ini punya bahan pertanyaan lain karena update tentang Saya hampir selalu ada social media. Saya juga sudah cukup sabar rasanya setiap pertanyaan "Kapan Kawin?" dilontarkan, selalu Saya jawab "Doain ajah". Kali ini ide iseng Saya bekerja. Berikut kira-kira percakapan Saya dengan  si Teman.

Teman: "Nov. Apa kabar? Kapan kawin? Jangan karier terus ah...."
Saya: "Alhamdulillah, Baik. Iya nih. Desember gue nikah"
Teman: "Asiiik! Siapa calonnya? Ga pernah diposting pacarnya. Undang-undang yaa"
Saya: (Disini udah merasa terganggu. Tapi sabarrr ini baru awal) "Gue kawinnya di Singapore. Ga rame-rame".
Teman: "Lho kenapa? Emang bisa?"
Saya: "Ya bisa doong... Cuma modal passport, mau nikah gampang. Soalnya calon gue beda agama. Kan kalo di Indonesia ga bisa. Makanya di Singapore aja".
Teman: "Lho beda agama? Dosa doong"
Saya: (Doh! Rempong amat sih)
Teman: "Sekarang ribet persiapan dong?"
Saya: "Oh nggak nyiapin apa-apa. Pendaftaran sudah sejak Juli. Cuma pesan gaun aja kok".
Teman: "Iya deh. Semoga nanti cepet dikasih momongan yaah"
Saya: "Oh ini udah, kok. Mau jalan 6 minggu". (Saya ga tahan buat ngakak pas ngetik)
Teman: "Hah!! Hamil duluan!! YA AMPUN!!"
Saya: "Lho emang kenapa? Daripada ntar abis kawin ditanyain kapan hamil kan"
Teman: SIGN OUT

See? Pengen tau banget urusan orang. Padahal apa urusannya sama dia coba? Saya saja sangat berhati-hati untuk menanyakan hal personal walaupun kepada sahabat. Karena Saya ga perlu tahu detail - sedetailnya. Saya sangat menghormati privacy orang lain. Jika dia tidak cerita, berarti dia ingin menyimpan cerita itu untuk dirinya sendiri.

Itu baru contoh kecil saja soal orang yang selalu ikut campur urusan orang lain. Sekarang ini orang-orang sedang sibuk mengomentari drama Raffi, Nagita dan Ayu Tingting. Saya sih sebagai orang yang bekerja di showbiz akan berpikir, "Bisa aja settingan atau kerjaan wartawan yang kehabisan bahan berita". Karena memang sudah jadi rahasia umum, untuk bikin berita di infotaiment, mereka menawarkan paket. Untuk muncul terus selama 3 bulan harganya sekian, muncul 6 bulan harganya sekian. Tapi jika seandainya Saya tidak tahu bahwa berita bisa dibuat, Saya juga ga akan mau mengomentari. Karena itu sama sekali bukan urusan Saya dan ga akan berdampak apapun untuk hidup Saya. Bahkan drama cinta segitiga ini dijadikan bahan postingan blog oleh beberapa blogger dan mereka mengomentari drama itu yang belum tentu benar juga. Ya, ampun #DemiKonten, cyiin?

Lalu untuk urusan selebgram. Beberapa nama seperti Karin, Anya dan Rachel dianggap postingannya vulgar. Karena penasaran Saya coba lihat-lihat ke Instagram mereka. Dan.... in my opinion, biasa-biasa aja tuh. Wajar dong kalau pakai bikini saat berenang atau dipantai. Saya ga tau kalau konten mereka selain di Instagram seperti Snapchat itu vulgar atau nggak. Kalaupun vulgar, tugas orang tua yang memberikan pengertian tentang self development untuk anak-anaknya bahwa hal itu tak perlu diikuti. Karena semakin banyak yang membicarakan dan membenci akan membuat mereka semakin terkenal. Selebgram-selebgram diatas bisa terkenal seperti sekarang juga karena sifat followers mereka yang memiliki rasa keingintahuan yang besar tentang hidup orang lain. Buktinya banyak selebgram yang fotonya lebih artistik dan tidak self center tapi followersnya tidak sebanyak selebgram yang lebih suka memposting social life-nya. Karena bagi followers, melihat foto kumpul-kumpul dengan teman lebih menarik ketimbang foto milkyway di langit Sumba.

Menurut Saya rasa ingin tahu urusan orang lain disebabkan karena tidak puas terhadap diri sendiri sehingga mereka sibuk membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain. Tidak ada hidup yang terlalu sempurna. Setiap orang punya masalah dan urusannya masing-masing. Lebih baik syukuri apa yang ada, Jika menginginkan sesuatu, bergeraklah. Jadi energi dan waktu kita tidak terbuang sia-sia. Hormati setiap pilihan hidup orang lain. Peduli yang sesungguhnya adalah membuat orang lain bahagia bukan memaksaka untuk menyamai persepsi.


No comments:

Post a Comment