Europe On Screen 2014 hadir pada tanggal 2-11 May 2014.
Festival film yang menanyangkan film-film berkualitas dari Eropa sebanyak 71
film dari 28 negara Eropa. Kategori film-film tersebut adalah drama, dokumenter
dan film anak-anak. Tidak hanya di Jakarta, Europe on Screen juga hadir di
Aceh, Bali, Bandung, Makasar, Medan, Padang, Surabaya dan Yogyakarta. Untuk di Jakarta lokasi pemutaran berada di
Erasmus Huis, Goethe Institut, Institut Francais Indonesia, Istituto Italiano
di Cultura, Universitas Tarumanegara, dan Taman Kodok. Selain pemutaran film, Europe On Screen juga
mengadakan forum terbuka dengan para fimmaker Eropa yang khusus di undang untuk
menjadi pembicara. Seluruh pemutaran dan forum diskusi ini gratis.
Ada pula Short Film Competition yang diadakan oleh Europe On
Screen. Dari 152 pendaftar, dipilih 10
finalis.
Dihari terakhir festival Saya menyempatkan diri untuk
datang. Saya tidak ingin melewatkan film-film bermutu yang beberapa menjadi
watchlist Saya. Hari itu Saya ingin menonton Ernest and Celestine dan Wadja. Kedua
film ini diputar di Goethe Institute. Saya datang pukul 11:00 langsung
mengambil tiket untuk pemutaran Ernest and Celestine pukul 12:00.
Tepat pukul 12:00 pintu ruang pemutaran dibuka. Cukup banyak
orang tua yang membawa anak-anak mereka menonton film ini. Baik WNI maupun WNA.
Menandakan antusiasme masyarakat bagus sekali atas Europe On Screen. Ernest and Celestine adalah film dari Prancis
karya Stephane Aubier, Vincent Patar, dan Benyamin Renner.
Film ini menjadi
salah satu nominasi untuk The Best Animated Feature untuk Oscar 2014. Ernest
and Celestine menceritakan tentang persahabatan seekor tikus yatim piatu
bernama Celestine dengan seekor beruang penyair bernama Ernest. Untuk dapat
tetap bersama mereka harus menghadapi tentangan dari kubu tikus dan kubu
beruang yang menganggap mereka melanggar kodrat. Ernest and Celestine adalah kartun 2 dimensi.
Film ini sangat menghibur. Tingkah laku Ernest dan Celestine selalu mengundang
tawa. Selain ini film ini juga meninggalkan pesan untuk anak-anak, bahwa dalam
hidup kita harus saling tolong menolong seperti sifat Ernest dan Celestine.
Selesai dihibur oleh Ernest and Celestine, Saya segera antri
untuk film selanjutanya, Wadja.
Wadja adalah film Jerman karya sutradara wanita
Haifaa Al-Mansour. Wadja seorang gadis kecil tomboy yang tinggal di pinggir
kota Riyadh. Karena sifatnya ini sangat bertolak belakang dengan budaya arab
yang mengharuskan seorang wanita berperilaku hati-hati dan harus bersikap
layaknya wanita pada umumnya, Wadja sering dimarahi oleh guru-guru di
sekolahnya. Wadja sangat ingin memiliki sepeda. Tetapi ibunya yang cantik
jelita tidak mau membelikan lantaran ada larangan wanita mengendarai sepeda karena
sepeda itu mainan laki-laki.
Haifaa Al-Mansour tidak fokus menceritakan konflik ini
seperti layaknya film-film anak dari Timur Tengah, antara lain Children From Heaven
dan The Kite Runner. Wadja lebih menerangkan tentang posisi wanita di Timur
Tengah. Mereka harus berpakaian
tertutup, harus menjaga sikap dengan lawan jenis dan kita bisa melihat betapa
puitisnya orang-orang Arab. Karakter favorit Saya lainnya adalah Ibunya Wadja.
Dia begitu tegar dan suka cita walaupun suaminya sedang dijodohkan dengan orang
tuanya karena di Arab dalam keluarga harus memiliki anak laki-laki. Ibunya
Wadja tidak dapat punya anak lagi karena kelainan pada rahimnya saat mengandung
Wadja.
Sepanjang film ini penonton dibuat tertawa. Tingkah laku
Wadja yang tomboi dan akan melakukan apapun untuk mendapatkan uang karena dia
ingin membeli sepeda. Dialog-dialognya pun lucu. Wadja ini film yang bagus
sekali.
Senang sekali bisa menonton film-film yang berkualitas dan
menghibur. Europe On Screen pastinya menjadi salah satu festival film yang
ditunggu. Antusiasme masyarakat begitu besar. Saat Saya hendak pulang, antrian
untuk film-film selanjutanya masih terus berlangsung. Sampai bertemu lagi di
Europe On Screen tahun depan.