Poster Cutie and The Boxer |
(Spoiler alert)
Film ini menampilkan kehidupan pernikahan sepasang suami istri berasal dari Jepang yang berprofesi sebagai seniman dan hidup di New York. Mereka adalah Ushio Shinohara (Bullie) dan Noriko (Cutie). Saat film ini dibuat, Ushio telah berusia 80 tahun dan Noriko berusia 60 tahun. Mereka telah menikah selama 40 tahun. Noriko pertama kali menginjakkan kaki di New York saat berusia 19 tahun. Dia adalah art student. Bertemulah dia dengan Ushio yang saat itu berusia 40 tahun. Ushio sudah memiliki reputasi di New York sebagai salah satu seniman jenius. Tak butuh waktu lama mereka jatuh cinta dan akhirnya menikah. Saat itu Noriko sedang 6 bulan mengandung anak pertama mereka. Orang tua Noriko yang mengetahui pernikahan mereka, menghentikan support financialnya. Sejak itu perjuangan hidup Ushio dan Nuriko dimulai. Mereka kesulitan menjual karya-karya mereka.
Kehidupan Ushio yang tidak stabil terlihat saat pertama kali bertemu dengan Noriko. Namun Noriko pada saat itu masih terlalu muda untuk berpikir jauh kedepan. Noriko mencintai Ushio dengan naive. Dipenghujung usianya, mereka masih harus memutar otak demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Noriko selain masih aktif melukis, dia juga membuat karikatur semi-autobiografi yang menceritakan kehidupan pernikahannya. Karakter dirinya diberi nama Cutie dan Ushio bernama Bullie.
Noriko dalam hati kecilnya mungkin menyesali keputusannya menikahi pria yang tidak stabil secara keuangan. She always struggle since that day. Tapi dia mengakui, dari situlah inspirasinya berdatangan. Dan dia memilih untuk mencintai Ushio dengan tulus dan menerima takdirnya.
Sedangkan Ushio pria yang memiliki prinsip "Live For The Moment". Segala publikasi tentang dirinya sebagai salah satu seniman terbaik di New York, berbanding terbalik dengan apa yang dia miliki secara materi. Dia sangat mencintai Noriko dan walau hidup dalam kesulitan, dia selalu ingin memberikan yang terbaik dan bertanggung jawab untuk keluarganya. Hal ini terlihat saat dia bersikeras untuk mencoba peruntungan dengan menjual karyanya ke Jepang saat mereka harus membayar sewa rumah tinggalnya.
Dalam suatu wawancara, Ushio sedikit mengeluh karena sebenarnya film Cutie And The Boxer ini lebih banyak bercerita tentang istrinya, bukan tentang karya Ushiro. Egonya sebagai seorang seniman yang genius terusik. Bagaimanapun, kita memang harus mengangkat topi untuk Noriko karena memilih tetap menghabiskan hidup dengan Ushio. Tidak mudah menjadi Noriko, bahkan saat berkaryapun terkadang suaminya sedikit mengintimidasi.
Nilai positifnya, mereka sangat produktif untuk berkarya bahkan sampai usia lanjut. Mereka mampu berusaha bahagia disegala keterbatasan. Hitam putih adalah kehidupan pernikahan mereka dan warna-warni adalah karya mereka. Kehidupan pernikahan memang tidak selamanya bahagia. Bahkan pasangan yang secara materi stabil juga mempunyai permasalahan lain.
Nilai positifnya, mereka sangat produktif untuk berkarya bahkan sampai usia lanjut. Mereka mampu berusaha bahagia disegala keterbatasan. Hitam putih adalah kehidupan pernikahan mereka dan warna-warni adalah karya mereka. Kehidupan pernikahan memang tidak selamanya bahagia. Bahkan pasangan yang secara materi stabil juga mempunyai permasalahan lain.
Mencintai dengan naif ini banyak terjadi di sekitar kita terutama di Generasi Y. Mereka terlena dengan slogan mencintai dengan tulus. Ada yang kuat menjalaninya, banyak pula yang memilih balik kanan. Tidak ada yang salah dengan pilihan itu dan apapun pilihannya pasti ada konsukensinya. Memilih pasangan hidup memang harus bijak, teliti, penuh pertimbangan dan butuh keberanian atas segala resiko. Saran ini Saya dapatkan dari teman-teman yang sudah menikah. Love is not enough.
Cutie and The Boxer adalah bukan sebuah film dokumenter tentang 2 seniman, tapi film tentang kehidupan pernikahan.