Manusia modern semakin hidup bagai robot yang minim emotional karena terlalu lama menyembunyikannya dengan berbagai alasan yang terjadi pada hidup. Sehingga sebuah connection menjadi sesuatu yang mahal.
Belakangan ini saya sedang sering membahas connection, hubungan antara kita dengan orang-orang disekitar kita, lebih spesifik orang-orang terdekat diluar pasangan dan keluarga. Berawal dari sebuah postingan iseng saya di Thread.
Dari postingan tersebut banyak orang yang tidak paham konteksnya. Mengira bahwa saya sedang mengolok-olok introvert karena tidak punya teman. Padahal kan maksudnya bukan karena dia introvert lantas dia ga punya teman, tapi karena sifatnya yang menyebalkan. Hahaha ada-ada saja. Maklum lah, bonus demografi IQ 80 ðŸ¤.
Ada beberapa yang membalas jika punya uang jauh lebih penting daripada punya teman atau punya orang-orang dekat. Karena uang bisa menyelesaikan banyak masalah, sedangkan orang lebih sering menyebabkan masalah. Ada benarnya sih. Mereka berkata demikian mungkin punya trauma dan tidak memiliki kemampuan meregulasinya sehingga menjadi kepahitan untuk dirinya sendiri. Saya pun beberapa kali mengalami pengkhianatan dari orang dekat, tapi trauma itu tidak mengubah pandangan saya tentang pentingnya menjalin koneksi (setidaknya saya tidak merasa dan hasil tes psikologi saya pun berkata demikian). Saya masih bisa menjalin pertemanan baru dan merawat pertemanan yang sudah ada.
Bukankah menyenangkan jika kita diberikan rezeki berupa materi dan kita juga punya hubungan yang sehat dengan orang sekitar? Setidaknya itu yang saya rasakan. Ada waktunya saya cuma mau pergi kemana-mana sendiri, ada waktunya saya minta ditemani. Rasanya menyenangkan juga saat kita punya teman berbagi cerita atau berbagi lainnya. Hubungan saya dan teman-teman bahkan dengan pasangan atau keluarga bukan berarti tanpa konflik. Tapi saya masih punya kapasitas toleransi, sampai pada akhirnya jika toleransi tersebut sudah melebihi batas, baru saya bertindak tegas.
Dan bukankah ada pepatah, "Silaturahmi itu mendatangkan rezeki"?. Lalu kenapa kita terlalu nyaman hidup dalam bubble kita? 😂. Padahal, terkoneksi dengan orang lain bukan berarti kita kehilangan jati diri. Justru dari koneksi itu, kita tumbuh. Saya percaya dan banyak contohnya kok bahwa orang-orang introvert bukan berarti mereka tidak punya teman atau tidak bisa bergaul. Mereka tetap bisa punya koneksi yang sehat dengan orang sekitar, hanya saja mungkin kapasitas energi mereka untuk berinteraksi dengan orang tidak sebanyak orang extrovert.
Hal ini pun saya tanyakan dan menjadi point penting sesi terapi saya dengan psikolog. Dia selalu mengingatkan untuk tetap terkoneksi dengan teman, karena bisa saja orang-orang yang seharusnya bisa menjadi support system kita, mereka tidak bisa membantu kita saat kita sedang butuh bantuan. Apalagi untuk Ibu Rumah Tangga yang kesehariannya lebih banyak mengurus keluarga, seringkali mereka abai akan kebutuhan dirinya termasuk kebutuhan untuk terkoneksi dengan orang lain selain pasangannya. Mereka sering kali lupa bahwa mereka pun seorang individu secara utuh, bukan hanya istri atau ibu. Mereka butuh teman bicara, ruang bertukar pikiran, dan komunitas kecil untuk menjaga kewarasan dan menambah perspektif. Koneksi bukan sekadar hiburan, tapi kebutuhan mental yang sangat esensial. Karena dengan memelihara koneksi kita dengan orang lain, kita jadi punya wawasan yang lebih luas dan meningkatkan kemampuan berpikir yang diperlukan saat mendidik anak dan mengurus keluarga agar kita tetap relevan dengan perubahan jaman.
Weekend lalu, saya menghadiri acara screening film. Film yang saya tonton berjudul "Long Story Short" karya sutradara David Dietl. Film ini berasal dari Jerman
Rasanya kebetulan sekali saya bisa nonton film ini karena inline dengan apa yang saya sedang pikirkan belakangan ini, yaitu tentang connection. Film "Long Story Short" bercerita tentang persahabatan orang-orang berusia 30-40an. Dari banyaknya konflik-konflik kecil yang menjadi warna persahabatan mereka, namun mereka berusaha tidak meninggalkan satu sama lain dan ada keinginan untuk memperbaiki keadaan. Mereka hadir saat senang dan duka. Dan ini merupakan hubungan pertemanan yang cukup sehat. Aftertaste film ini heartwarming. Saya merasa beruntung bisa nonton film ini karena film ini belum tentu akan tayang di OTT untuk territory Indonesia.
Pada akhirnya, selama kita hidup, kita akan membutuhkan orang lain. Dan ini bukan berarti kita adalah orang yang lemah, namun sesederhana karena kita manusia. Jangan sampai kita menutup diri sedemikian rapatnya apalagi dengan memakai alasan karakter orang introvert. Jadi, bisakah kita mulai membuka ruang, sedikit saja, untuk menjadi pribadi yang lebih hangat? Lebih terbuka? Karena mungkin saja, hidup kita hanya butuh satu koneksi tulus untuk terasa lebih hidup.
No comments:
Post a Comment